Rabu, 14 Desember 2016

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LOKAL

 Di era modern dan era dimana segala sesuatunya dengan sangat mudah kita lakukan hanya dengan peralatan elektronik yang bisa kita genggam dan kita bisa bawa kemanapun kita suka. Di jaman digital seperti pada saat ini, apabila kita manfaatkan dengan baik maka segala informasi atau pelajaran dapat mudah kita dapatkan hanya dari genggaman kita, dan apabila kita salahgunakan atau tidak kita manfaatkan dengan baik dan benar maka segala virus - virus baik itu virus sosial, virus kejahatan dan lainsebagainya akan mengotori otak kita dan akirnyapun kita masuk ke dalamnya.
Di era serba digital ini kita juga tidak boleh melupakan kebudayaan dan kearifan lokal yang harus terus dan terus kita kedepankan dan kita junjung tinggi walau kita sudah memasuki era modern yang semua serba digital. tetapi apabila 3 unsur Dunia Pendidikan, Kebudayaan/ Kearifan Lokal dan Era Moderen/ Digital bisa kita gabungkan dalam satu wadah Pendidikan saya yakin pendidikan di indonesia akan maju tanpa meninggalkan kebudayaan kita sendiri.
kita jangan takut akan ketinggalan jaman, jangan takut di bilang orang kuno dan jangan takut di bilang orang ndeso.
Seperti yang telah di lakukan oleh Perpustakaan Desa Widodo (Perpusdes Widodo) menggabungkan antara Dunia Pendidikan, Kebudayaan Lokal dan Era Digital (era saat ini), kita sosialisasi dan membuat kegitan di beberapa Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak maupun PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).  kita juga mengenalkan buku-buku fiksi, non fiksi, buku pelajaran menggunakan kebudayaan lokal antara lain kirab gunungan buku, di situ kita rangkai buku-buku menjadi sebuah gunungan dan di kawal oleh pasukan atau prajurit pada jaman majapahit kita keliling desa untuk mempromosikan kepada masyarakat sekitar. Akhirnya maasyarakat sekitar tahu dan paham akan adanya perpustakaan di wilayah mereka dan mengajak anak-anaknya mengenal berkunjung dan membaca di perpustakaan itulah wujud dari inovasi antara dunia pendidikan dan kebudayaan lokal. Untuk mengimbangi pada era digital /modern ini kita juga menggabungkan antara buku dan digitalisasi, kita promosikan Pustaka Digital kita Game Edukasi kita dan Audio Visual kita disitu masyarakat kita buat nyaman ruangan di lengkapi dengan AC. maka yang terjadi masyarakatpun menyambut dengan suka cita apa lagi dilengkapi dengan Area Free Wiffi jadi mereka tidak takut Ketinggalan Jaman lagi.
Tari Buku, Dolanan Anak, Mendongeng Tentang Cerita Daerah, Belajar Menulis, Mewarnai, Mengarang bahkan Belajar Maintenance Jaringan Komputer, Prakarya dari Fiber itulah beberapa contoh kegiatan yang kami lakukan agar kebudayaan lokal tetap di bawa di era digital ini.
inovasi ini terbukti menarik semua lapisan masyarakat dan pelajar di wilayah kami. Belajar di Era Digital Tanpa Meninggalkan Kebudayaan dan Kearifan Lokal.

Perpusdes Widodo Pendidikan dan Kebudayaan Lokal, Jogjakarta, 15 Desember 2016, Didik Irfan Santoso.



Senin, 26 September 2016

KEHIDUPAN MISTIK ZAMAN MATARAM


Berdirinya kerajaan Mataram memamg penuh dengan suasana mistik, pada tahun 1568, Joko Tingkir naik tahta di Kerajaan Pajang dan Sunan Giri, seorang wali sekaligus penasehat potitik jawa yang tinggal di Kewalian Giri, Gresik , Jawa bagian timur. Sultan Hadiwijaya yang arif bijaksana itu segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh jawa tengah dan jawa timur. sedangkan salah seorang anak Sultan Prawoto yaitu Arya Pangiri diangkat menjadi Adipati Demak.
Dalam usahanya untuk menegakkan kekuasaan Pajang Sulatan Hadiwijaya harus berhadapan dengan Adipati jipang Arya Penagsang, Putra Sinuwun Sekar Seda Lepen yang tidak rela tahta Demak diambil oleh Sultan Hadiwijaya, karena ia hanya menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya membuat strategi yang jitu untuk menghadapinya. ia percaya bahwa dirinya akan mampu mengalahkan, walaupun pasti tidak mudah. arya pengsang, terkenal memiliki senjata ampuh, yakni Keris Kyai Setan Koer, yang selalu menggetarkan dan mempecundangi musuh. kemudian atas nasihat dari para pinisepuh, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Penangsan akan mendapatkan hadiah, tanah Pati dan Mataram.
Akhirnya Penangsang dapat dikalahkan oleh Danang Sutawijaya, putra Pemanahan. karena kesuksesan ini merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, maka Sultan Hadiwijaya menganggap kemenangan Danang Sutawijaya tersebut adalah juga kemenangan Pemanahan dan Penjawi. maka Sultan memberikan tanah tersebut kepada mereka berdua. penjawi mendapatkan tanah Pati,

Rabu, 27 Juli 2016

PERPUSTAKAAN SEBAGAI PENGELOLA INFORMASI

Untuk mewujudkan pembangunan perekonomian dalam menghadapi persaingan global, semua unsur kiranya dapat terlibat secara proaktif dan antisipatif. dalam pasal 1 UU Perpustakaan No. 43 Th 2007 disebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenui kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.

Perkembangan zaman saat ini ditandai dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat, perubahan dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Perpustakaan sebagai lembaga yang berorientasi melayani masyarakat penggunanya harus tanggap dengan perubahan itu jika tidak ingin ditinggalkan. perpustakaan harus cepat beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi bukannya mengisolasi diri dalam dunianya.

Setiap perpustakaan memiliki tanggung jawab dengan tuntutan profesionalisme pengelolaan guna menjawab perkembangan zaman dan merespons serta berusaha memenuhi kebutuhan pemakai yang selsluy berkembang. Kesemuanya itu tidak sederhana dan tak pernah berakhir, tetapi akan terus berubah, berinovasi dan menyesuaikan dengan lingkungan kehidupan masyarakat.

Selasa, 07 Juni 2016

UNIT USAHA PERPUSDES WIDODO

  (08/ 06/ 2016) Perpustakaan Desa Widodomartani atau yang lebih di kenal dengan Perpusdes "Widodo" yang terletak di Balai Desa Widodomartani Jl. Jangkang Widodomartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten sleman.
Seiring dengan berjalannya waktu Perpusdes Widodo merintis Unit Usaha, Usaha yang di lakukan oleh Perpusdes Widodo antara lain,
Penjualan; Pulsa, Token Listrik, Aksesoris Handphone, Keyboard, Mouse dll
Jasa : Foto Shotyng, Service Computer, Printer, Desain Undangan, Banner, X Banner, Kartu Nama dll
di harapkan Unit Usaha tersebut dapat menambah kemajuan dan berkembangnya Perpusdes Widodo.

Kamis, 02 Juni 2016

PERPUSDES WIDODO DI KUNJUNGI DARI PEMERINTAH KAB. BENGKULU SELATAN

(31/05/2016) Kunjungan 19 Desa dari Kabupaten Bengkulu Selatan ke Perpustakaan Desa Widdomartani.
Suatu kehormatan bagi kami Pemerintah Desa Widodomartani dan Pengurus Perpusdes Widodo dalam rangka kunjungan dari 19 (sembilan belas) Pemerintah Desa Bengkulu Selatan.
Berkat beberapa informasi dari Blog yang kami miliki Pemerintah Desa dari Bengkulu Selatan mengetahui bahwa di Desa Widodomartani Ada Perpustakaan desa modern.
 kami ucapkan banyak terimakasih kepada Pemerintah desa dari 19 desa di kabupaten Bengkulu Selatan.

Salam Pustakan dan Salam Literasi 




Jumat, 13 Mei 2016

Pickup Pintar

Perpusdes Widodo melakukan perpustakaan keliling di setiap Sekolah Dasar di seluruh Desa Widodomartani pada jam istirahat sekolah





Selasa, 10 Mei 2016

CERITA WAYANG WERKUDARA

WERKUDARA












Werkudara iku putrane Prabu Pandhu Dewanata Ian Dewi Kunthi sing angka kalih. Werkudara iku titisane Bathara Bayu. Awit putra angka loro, mula Werkudara uga sinebut putra panenggaking Pandhawa. Sesebutan liyane Bratasena, Bimasena, Haryasena, Bayusiwi, Jagal Abilawa, Kusumadilaga, Jayalaga. Kastriyane ing Jodhipati utawa Tunggul Pamenang.

Garwane telu aran Dewi Nagagini, Dewi Arimbi, Ian Dewi Urangayu. Karo Dewi Nagagini, 'peputra Raden Antareja. Karo Dewi Arimbi, peputra Raden Gathutkaca: Karo Dewi Urangayu, peputra Raden Antasena.


Raden Werkudara duwe pusaka aran Kuku Pancanaka, Gada Rujakpala, Ian Gada Lambita¬muka. Aji-ajine Bandung Bandawasa, Ungkal bener, Blabag Pengantol-antol, Bayu Bajra.

Kacarita laire Bratasena. Nalika bayi lair awujud bungkus. Kabeh gegaman ora tumama. Kang bisa mbedhah bungkus mung Gajah Sena. Bareng wis bedhah, bayi diidak-idak, ditlale, digadhing malah saya gedhe. Gajah Sena ditamani kuku Pancanaka, mati sanalika. Suksmane nyawiji karo Bratasena.
Bratasena utawa Werkudara iku ora bisa basa marang sapa wae. Dadi yen micara tansah ngoko. Sing dibasani mung Sanghyang Wenang lan Dewa Ruci. Sanajan mangkono Werkudara duwe watak setya tuhu marang guru, bekti marang ibu, teguh ing janji, bela bebener, mbrastha angkara, dhemen tetulung, tresna marang kadang, adil. Watak setya marang guru, dituduhake nalika dheweke diutus dening gurune Pendhita Durna goleh banyu Perwitasari ing tengah alas ing telenging segara. Kang sajatine Werkudara dialap patine, dijlomprongake. Nanging amarga setya bekti marang guru. Werkudara malah antuk nugraha, bisa ketemu marang guru sejati (Dewa Ruci), kang mahanani Werkudara bisa pinter tanpa guru maneh.

Tandha bektine marang ibune dibuktekake, kanthi merjaya Dursasana, getihe kanggo jamas rikmane Kunthi lan sirahe kanggo keset dening Dewi Kunthi. Tresna marang kadang, kabeh kadange tansah dibela lamun nuhoni bebener. Nanging yen luput, sanadyanta anake dhewe bakal diajar, kaya nalika Gathutkaca maling Pregiwa. Jebule Gathutkaca mung dipaeka sebab sing maling Gathutkaca palsu. Dhemen tetulung upamane nulungi Ratu Wiratha (Prabu Matswapati).

Ing perang Bratayuda Werkudara dadi agul-aguling Pandhawa. Werkudara kang bisa mateni Dursasana, Sengkuni lan Duryudana. Sawise perang Bharatayuda, Parikesit wis jumeneng nata, bebarengan marang sedulur Pandhawa wis jumeneng nata, bebarengan marang sedulur Pandhawa liyane, ninggalake praja. Werkudara tiwas sumusul Sadewa, Nakula, lan Harjuna. Werkudara tiwas angka papat amarga nalika uripe seneng mangan, rada kasar, lan ora bisa basa.

Wosing budi pekerti:
1. Duwea watak satriyatama: luhur ing budi, seneng tetulung, adil, wani ing bebener, mbrastha angkara murka!
2. Bektia marang wong tuwa, luwih-luwih marang ibu!
3. Dektia marang guru!
4. Tresna asih marang sedulur.
5. Darbea jiwa satriya kang dadi bentenging negara!

 ==============


Bima (basa Sangskerta: भीम, Bhima) utawa kang luwih kaloka kanthi jeneng Werkudara iku putrané Prabu Pandhu Déwanata (ratu Ngastina) lan Dèwi Kunthi Talibrata kang nomer loro. Sedhuluré kabèh cacahé ana lima kang banjur sinebut Pandhawa. Mula Bima iya banjur sinebut satriya Panenggak Pandhawa. Miturut Kitab Mahabharata, Bima (Bhima) dilairaké wujud bayi lumrah. Lair saka guwa garbané Dèwi Kunthi. Ramané bebisik Bathara Bayu, déwaning angin. 

Kacarita, sawijining ésuk Dèwi Kunthi ngenggar-enggar penggalih karo nggendhong Bhima sing isih bayi. Dumadakan ana macan saka suwaliking grumbul. Awit saking kageté, Bima mrucut saka gendhongan, tiba ing sadhuwuré watu gilang sing gedhéné sasirah gajah. Anèhé dudu sirahé Bima sing pecah, nanging malah watuné sing ajur mumur. Bima gereng-gereng nangis nggolèki ibuné. Krungu tangisé Bhima iki, macan sing mauné arep mbadhog (mangsa) bayi Bhima malah gila, satemah mlayu sipat kuping. Miturut crita pedhalangan, Bima (Werkudara) dilairaké wujud bungkus. Jaman isih cilik urip ing Astina, nanging sakwisé ditundhung déning Korawa, Bima lan sedulur-seduluré dibuwang lang pungkasané bisa babat Alas Mertani. Dhèwèké banjur urip ing kesatriyan Jodhipati/Unggulpawenang.

Anak-anaké Bima iki asring dadi pralambang prejurit. Antareja bisa ambles bumi, kang njaga dharatan. Gatotkaca bisa mabur, kang njaga awang-awang. Antasena bisa ambles bumi lan urip ing banyu, kang njaga laut. Bima uga klebu dadi salah sijiné warga Bayu kang cacahé ana wolu, yakuwi Bathara bayu dhéwé, Anoman, Liman Situbandha, Garudha Mahambira, Sarpa Nagakuwara, Gunung Maenaka, lan Ditya Jajawreka. Bima utawa Werkudara uga klebu dadi putrané Bathara Bayu, mula banjur sinebut Bayuputra iya bayu Tanaya kang tegesé anak Bayu (déwaning angin). Aji-ajiné aran aji bandhungbadawasa, Blabag Pangantol-antol lan Wungkal bener. Gegamané kang kondhang yaiku Gada Rujakpolo lan kuku Pancanaka. Bima ora gelem basa karo sapa waé, kejaba nalika ing lakon Bima Suci/Nawaruci. Ing lakon iki Bima ketemu karo Déwa Ruci. Wujudé Déwa Ruci kaya déné Bima. Déwa iki metu seka kupingé lan ngandhani Bima perkara filsafat urip. Ing pungkasan crita wayang, Bima muksa bareng karo Pandhawa liyané nuju swargaloka